ANEKA TIKET DAN VOUCHER HOTEL

27 Oktober 2007

Teori Propaganda

Oleh: Rudiono (Praja RLC 2007)

Pendidikan Geografi / FISE

Propaganda digunakan oleh penguasa untuk mencari dukungan dari rakyatnya. Prestasi penguasa itu dipaparkan secara berlebihan sehingga muncul mitos dan berbagai kepercayaan di kalangan massa akan kehebatan dan keperkasaan para penguasa. Kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari kitab-kitab peninggalan lama menunjukkan teknik propaganda telah lama dipakai dalam berbagai peradaban. Apabila citra penguasa sudah semakin kuat, maka penghormatan dan otoritasnya akan semakin menguat.

Studi secara sistematik yang dilakukan di Barat terhadap teori-teori propaganda dimulai dengan perkembangan di Athena pada tahun 500 SM. Saat itu studi tentang propaganda disebut sebagai retorika yang berarti “teknik-teknik para orator”. Trik-trik menggunakan bahasa yang mantap diwarnai dengan humor, ditambah dengan argumen yang logis dipraktekan para pengacara, demagog dan politisi.

Para guru etika seperti Isocrates, Plato dan Aristoteles menyimpulkan retorika sebagai :

1. Membuat argumen mereka dan para siswanya lebih persuasif.

2. Mendesain propaganda tandingan yang dilontarkan musuhnya

3. Mengajari siswanya bagaimana mendeteksi logika yang salah dan seruan emosional demagog.

Menjelang tahun 400 SM di India, Kautilya seorang Brahmana yang diduga menteri besar dalam Kekaisaran Candragupta Maurya menulis Arthashastra (Prinsip-prinsip Politik), menulis bahwa propagandis raja harus menyatakan bahwa ia bisa mempraktekan sihir, Dewa dan orang-orang bijaksana di pihaknya dan bahwa semua orang mendukung tujuan perangnya yang akan meraih manfaat. Dalam cara-cara rahasia, agen-agen propagandis harus menyusup ke kubu musuh untuk menyebarkan berita yang salah diantara rakyat di ibu
kota, diantara kalangan pemimpin dan militer. Nasihat yang sama juga dilontarkan oleh Sun Tzu dalam karyanya Ping-fa (The Art of War) yang menulis pada periode sama.

“Semua perang”, katanya. “berdasarkan pengelabuan. Oleh karena itu, ketika mampu menyerang, kita harus terlihat tidak berdaya, ketika kita menggunakan kekuatan, kita harus terlihat tidak aktif, ketika kita dekat, kita harus membuat percaya bahwa kita sangat jauh, ketika kita berada jauh, kita harus membuat mereka yakin kita dekat. Tahan musuh, munculkan kekakaucan dan serang mereka”.

Pada saat ini teori – terori propaganda masih dapat dijumpai, walaupun hal tersebut menimbulkan berbagai macam kritik. Karena hal tersebut hanya memanfaatkan rendahnya pendidikan masyarakat demi kepentingan penguasa.

Tidak ada komentar: