Oleh: Rudiono
(06405241017)
Jurusan Pendidikan Geografi
Universitas Negeri Yogyakarta
Sebuah negara tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai untuk mensejahterakan rakyatnya. Ketika membahas masalah bagaimana upaya mensejahterakan rakyatnya maka kita haruslah merilis pada pokok-pokok permasalahan yang ada di masyarakat negara tersebut. Tidak bisa dipungkiri lagi jika masalah-masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan ini menjadi masalah terpenting dalam sebuah negara. Negara yang dapat mensejahterakan rakyatnya tentu tidak begitu saja memperoleh secara singkat, melainkan melalui proses yang kemungkinan relatif lama.
Program pembangunan disetiap negara tidak hanya mencakup satu dimensi saja. Program pembangunan yang baik haruslah program yang dapat menyentuh dimensi-dimensi lainnya untuk berkembang. Secara umum pembangunan itu meliputi:
1) Pembangunan yang bersifat fisik berupa sarana dan prasarana.
2) Pembangunan yang melingkupi aspek-aspek ekonomi.
3) Pembangunan pada dimensi pengetahuan dan moral spiritual.
Sebuah program pembangunan sebagai upaya mensejahterakan rakyat dapat berjalan apabila seluruh elemen negara dapat berperanserta secara baik. Peranserta yang baik itu pula yang nantinya akan membuka peluang bagi seluruh sektor untuk berkembang, dalam hal ini tingkat peran serta akan mendukung proses pembangunan nasional. Harapan akan keberhasilan dari pembangunan nasional akan mengarah pada indikator-indikator tingkat keberhasilan pembangunan nasional itu. Indikator tersebut mengacu pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Indeks Pembangunan Manusia dalam bahasa Inggris biasa disebut Human Development Indeks (HDI). Sebuah negara yang memiliki peringkat IPM tinggi maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut telah cukup sejahtera. IPM ini oleh United Nation Development Program (UNDP) dimaksudkan untuk mengukur tingkat rata-rata pembangunan manusia dari beberapa sektor. Adapun yang sektor yang dimaksudkan UNDP tersebut ialah:
1) Usia panjang yang diukur dengan rata-rata lama hidup penduduk atau angka harapan hidup di suatu negara.
2) Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang bisa membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga).
3) Penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan daya belinya untuk tiap-tiap negara.
Dari rubrik WACANA Harian Suara Merdeka edisi 24 Juli 2004, Nugroho SBM menuliskan bahwa berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia yang telah disusun, maka bisa ditetapkan tiga kelompok negara. Pertama, negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah bila IPM-nya berkisar antara 0 sampai 0,5. Negara yang masuk kategori ini sama sekali atau kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia. Kedua, negara dengan tingkat pembangunan manusia sedang jika IPM-nya berkisar antara 0,51 sampai 0,79. Negara yang masuk dalam kategori ini mulai memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya. Ketiga, negara dengan tingkat pembangunan manusia tinggi jika IPM-nya berkisar antara 0,80 sampai 1. Negara yang masuk dalam kategori ini sangat memperhatikan pembangunan sumber daya manusianya.
Kemudian dalam kurun waktu setelah tahun 2000-an UNDP memposisikan tingkat demokratisasi menjadi salah satu indikator pembangunan manusia. Hal ini dipertegas oleh Francis Wahono yang dimuat dalam rubrik FOKUS Harian KOMPAS edisi 6 November 2004. Sebelum tahun 2000, laporan-laporan UNDP mengenai kesejahteraan (pembangunan manusia) diuntai dengan perspektif "tingkat pengurangan kemiskinan" atau tingkat keberhasilan pembangunan manusia. Namun pada tahun-tahun 2000-an, sekurangnya pada laporan tahun 2001 dan 2004 laporan UNDP mengenai pembangunan manusia dilihat dari perspektif demokrasi.
Sektor pendidikan sebagaimana yang tercantum pada poin kedua Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi prioritas dalam mengetahui tingkat pemahaman masyarakatnya. Berkaitan dengan demokratisasi yang juga disebutkan oleh UNDP tersebut jelaslah diukur dari hal pendidikan ini. Pertisipasi masyarakat dalam proses demokrasi biasanya dipengaruhi oleh tingkat kepahaman masyarakat dalam memilih sesuai dengan hati nuraninya. Seperti halnya tindakan “Golput”, bagi sebagian pakar tindakan ini menunjukkan semakin cerdasnya masyarakat dalam memilih sesuai dengan pilihannya, namun disisi lain golput merupakan cara yang tidak menghargai atas hak yang dimilikinya sendiri. Kaitan dalam hal ini yang perlu juga untuk diperhatikan adalah pembangunan sikap moral spiritual masyarakat yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai lokal suatu negara.
Masalah lain yang juga menjadi indikator keberhasilan pembangunan ialah sektor ekonomi yang dapat tercermin melalui Gross Domestic Product (GDP) perkapita dalam suatu negara. Salah satu indikator ekonomi utama yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan adalah GDP perkapita. GDP perkapita adalah perbandingan antara GDP dengan jumlah populasi penduduk. Dalam penghitungannya digunakan metode Purchasing Power Parity (PPP) riil sebagai alat pengkonversi (dalam dolar AS), karena jika digunakan kurs nominal akan menyebabkan kesalahan dalam melakukan perbandingan kinerja pembangunan antar negara. GDP PPP riil diperoleh dari GDP yang dikonversikan dalam mata uang dolar AS menggunakan metode PPP, sehingga GDP tersebut mempunyai daya beli yang sama dengan dolar di Amerika Serikat. GDP perkapita dengan metode PPP umumnya lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan GDP perkapita dengan kurs nominal.
Melalui indikator GDP perkapita ini Bank Dunia (2003) mengklasifikasikan negara menjadi tiga golongan, yaitu :
1) Negara berpenghasilan rendah (low-income economies). Negara-negara ini memiliki GDP perkapita kurang atau sama dengan US$ 745 pada tahun 2001.
2) Negara berpenghasilan menengah (middle-income economies). Kelompok Negara ini memiliki GDP perkapita lebih dari US$ 745 namun kurang dari US$ 8.626 pada tahun 2001. Kelompok negara ini dibagi menjadi :
a) Negara berpenghasilan menengah papan bawah (lower-middle-income economies) dengan GDP perkapita antara US$ 746 sampai US$2.975.
b) Negara berpenghasilan menengah papan atas (upper-middle-income economies) dengan GDP perkapita antara US$2.976 sampai US$ 9.025.
3) Negara berpenghasilan tinggi (high- income economies). Negara di dalam kelompok ini mempunyai GDP perkapita sebesar US$ 9.206 atau lebih pada tahun 2001.
Dalam metode Purchasing Power Parity dikenal dua versi yaitu versi absolut dan versi relatif (Kuncoro, 2001: bab 10 ).Versi absolut menjelaskan bahwa kurs spot ditentukan oleh harga relatif dari sejumlah barang yang sama (ditunjukkan oleh indeks harga). Sedangkan, versi relatif mengatakan bahwa persentase perubahan kurs nominal akan sama dengan perbedaan inflasi di antara kedua negara. Selain itu masalah kependudukan seperti tingkat pengangguran dan kesehatan masyarakat juga harus diperhatikan.
REFERENSI
Badan Pusat Statistik. 2006. Informasi Umum dan Indikator Penting Indonesia.
Francis Wahono. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2004. Fokus harian Kompas edisi Sabtu, 06 November 2004
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UUP AMP YKPN
Nugroho SBM. 2004. Kelemahan Indeks Pembangunan Manusia. Wacana Suara Merdeka edisi Sabtu, 24 Juli 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar